Kamis, 07 Mei 2009

Pagaruyuang6

SULTAN ABDUL JALIL
YANG DIPERTUAN SEMBAHYANG
Sultan Abdul Jalil Yag Dipertuan Sembahyang III pada usia yang sangat muda tahun
1821 telah dinobatkan sebagai Raja Ibadat di Sumpur Kudus. Tak lama kemudian pada tahun
1825 duapun dinobatkan sebagai Raja Adat di Buo dan jabatan raja ibadat tetap dipangkunya.
Pada tahun 1833 Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang dikawinkan dengan Yang
Dipertuan Gadih Puti Reno Sori dengan status permaisuri dan melahirkan seorang anak yang
bernama Puti Reno sumpu yang lahir pada tahun 1834. Setelah Belanda menangkap dan
mengasingkan Sultan Alam Bagagarsyah Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyung pada tahun
1933, secara otomatis Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan sembahyang memegang kekuasaan
Raja Alam Pagaruyung. Dengan Demikian Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang
adalah orang pertama dari kerabat Diraja Pagaruyung yang menduduki 3 tahta dari Raja Nan
Tigo Selo.
Pada tahun 1840 Belanda mengajak Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang
untuk berunding di Limo Kaum Batusangkar, dalam perundingan itu Belanda mengusulkan
agar Sultan Abdul Jalil kembali bertahta di Pagaruyung dan akan dibangun istana yang megah
dan diberi tunjangan sebesar 2.000 gulden tiap bulannya. Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan
Sembahyang mengajukan syarat, dia baru mau berunding/membicarakan hal tersebut setelah
kakak sepupunya dikemlaikan ke Pagaruyung. Belanda secara tegas menolak persyaratan
tersebut dan akhirnya perundingan itu bubar tanpa hasil sebelum Sultan Abdul Jalil Yang
Dipertuan Sembahyang III kembali ke tempat pengungsiannya di Sumpur Kudus.
Beliau kembali didaulat oleh Basa Ampek Balai dan Datuak Bandaro Kuniang Limo
Kaum untuk mempertimbangkan tawaran Belanda tersebut. Tapi secara tegas beliau
menjawab dengan ucapan “ Denai indak akan manjua Ranah Minang ko untuak mandape’an
kasanangan duniawi apo lai mengorbankan rakyat, memang gadang tunjangan 2.000 gulden
tio’ bulannyo yang diagiah dek Belando tapi katahuilah akan jauah balipek gando yang
dipunguik dek balando dari rakyat, oleh sebab itu bialah denai malanjui’an palawananko
terhadap Balando dari Sumpur Kudus “. Sebagai sikap tegas Sultan Abdul jalil Yang
Dipertuan Sembahyang III tersebut maka Belanda mendirikan benteng dan pusat perlawanan
di Buo, dari situlah Belanda secara sistematis baik melalui serangan-serangan bersenjata
maupun politik adu domba menekan perlawanan Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan
Sembahyang III dari Sumpur Kudus.
Akibat tekanan terus menerus dari Belanda akhirnya Sultan Abdul jalil Yang dipertuan
Sembahyang III memindahkan pusat pemerintahan di pengungsian ke Muara Lembu Kuantan
Singingi. Ke Muara Lembu inilah Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang III
menghindar.
Pada tahun 1869 beliau berangkat menuju Singapura guna meneruskan perjalanan ke
tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Akan tetapi dalam perjalanannya terseebut mengilir
Batang Kuantan sesampainya di negeri Cerenti beliau mengalami sakit yang akhirnya beliau
mangkat dan dimakamkan di negeri Cerenti. Disamping mempunyai permaisuri beliau juga
mempunyai tiga orang istri lainnya yaitu Ociek Cute dari nagari Cubadak Limo Kaum
melahirkan seorang putri bernama Ociek Puti Salasai. Istri lainnya adalah Ociek Puti Fatimah
Tanjuang Barulak dan Ociek Lintau di tepi Selo Lintau.

Tidak ada komentar: