Kamis, 07 Mei 2009

Abunawas

ABUNAWAS DAN MASJID TAQWA
Oleh:
Wisran Hadi
Raja yang satu itu memang aneh. Baginda selalu ingin menambah koleksi
bangunan-bangunan megah di sekitar istananya. Akan tetapi sampai sekarang, di depan
istana, masih saja berdiri sebuah bangunan yang selalu ramai dikunjungi orang untuk
beribadah. Oleh karena sang raja tidak mau dituduh sebagai perampok bangunan milik
masyarakatnya, maka tugas untuk mencaplok bangunan itu diserahkan kepada
Abunawas.
Abunawas dengan beribu akal bulusnya menancapkan sebuah paku besar di
dinding luar bangunan. Mula-mula masyarakat menganggap hal itu sebagai kegilaan
Abunawas saja. Namun dari hari ke hari Abunawas terus menggantungkan segala yang
busuk-busuk pada paku besar itu. Orang-orang yang beribadah dalam bangunan tua
kelabakan karena diserang aroma busuk. Ibadat mereka menjadi tidak khusyuk, namun
orang-orang tidak berani membuangnya karena paku besar milik Abunawas itu adalah
atas persetujuan sang raja.
Orang-orang akhirnya tidak mau mengunjungi bangunan itu lagi, tidak mau lagi
beribadat di sana. Berkali-kali orang mengadukan hal itu kepada sang raja, dan sang raja
dengan sopannya mengatakan semua itu adalah ulah Abunawas. Karena tidak tahan oleh
bau busuk, bangunan itu akhirnya dijual saja kepada kerajaan dengan harga yang sangat
murah pula. Maksud sang raja tercapai dan beberapa bulan kemudian bangunan itu
diruntuhkan dan di atasnya didirikan sebuah bangunan mewah yang baru. Bukan lagi
untuk tempat beribadat tetapi untuk tempat mengumbar syahwat.
Masjid Taqwa yang terletak di pusat kota Padang adalah bangunan yang selalu
ramai dikunjungi untuk beribadat. Didirikan oleh masyarakat Kampuang Jao dan
sekitarnya sejak berpuluh tahun lampau. Semakin hari, kompleks sekitar bangunan itu
semakin lama semakin ramai. Namun, sejak beberapa tahun belakangan, banyak orang
mengeluh karena bisingnya klakson angkot karena semua angkot bermuara di depan
masjid. Ditambah lagi kebisingan itu oleh suara hiruk pikuk mereka yang lalu lalang,
susahnya memarkir kendaraan, keamanan dan berbagai kesulitan lainnya.
Berkali-kali pengurus masjid memohon kepada Pemko agar ikut membantu
memberi ketenangan kepada orang-orang yang beribadah di sana. Mungkin Pemko punya
pendapat lain, yang salah itu adalah, kenapa masjid didirikan di pusat kota. Risikonya
tentulah harus menerima kebisingan kota dengan rela. Namun Pemko kemudian
bermurah hati juga dengan meletakkan papan larangan di depan masjid, agar semua
orang ikut membantu ketenangan orang yang menjalankan ibadah. Cuma papan larangan,
tak ada sangsi, tak ada pengawasan.
Berkali-kali surat kabar ini menyuarakan agar Pemko memindahkan tempat
angkot menurunkan dan menaikkan penumpang itu ke tempat lain, agar orang-orang yang
beribadah di masjid itu benar-benar mendapat ketenangan. Tapi, seumpama paku besar
Abunawas tadi, paku besar itu tetap juga ditancapkan di sana dan kebisingan semakin
meningkat dari hari ke hari.
2
Lalu, yang cukup mengangetkan adalah isyu yang berkembang di tengah
masyarakat, bahwa suara azan dari masjid terlalu keras sehingga menganggu
pendengaran sang raja dan para abdinya. Masjid itu akan dibeli dan akan dipindahkan ke
tempat yang lebih tenang. Sedangkan di tapak bangunan itu akan didirikan sebuah
kompleks pertokoan lagi seperti yang sudah dibangun pada terminal angkot di Pasar Goat
Hoat atau di bekas terminal Lintas Andalas yang kini telah menjadi Plasa Andalas.
Kini masyarakat bertambah gelisah, konon, Pemko akan mengizinkan lagi busbus
antar propinsi memasuki kota dan salah satu titiknya mungkin di sekitar Masjid
Taqwa pula. Mudah-mudahan ini hanya isyu dari para jamaah yang sudah sangat kecewa
terhadap lambannya usaha Pemko memberikan ketenangan bagi mereka yang tengah
beribadah di masjid itu.
Jika akan tetap begini juga keadaannya, sudah waktunya pengurus Masjid Taqwa
bersiap-siap memindahkan masjid yang dicintai masyarakat ini ke tempat yang lebih
aman, karena sampai sekarang si Abunawas kota Padang ini belum juga mau mencabut
paku besar tempat menggantungkan benda-benda busuknya itu.***

Tidak ada komentar: