Kamis, 07 Mei 2009

Pagaruyuang2

YANG DIPERTUAN GADIS
Gelar Yang Dipertuan Gadis (Tuwan Gadih) bagi perempuan
keturunan Raja Pagaruyung di dalam Tambo Pagaruyung pertama kali
dijumpai pada generasi ke XI yang dipakai oleh Puti Reno Maharani
yang menjadi Rajo Pusako (Raja Adat) ke 3 di Buo. Dia adalah anak
dari Puti Reno Marak Rindang Ranggowani dengan Tuanku Rajo di
Buo (Raja Adat ke II). Gelar Tuan Gadih ke II diwariskan kepada Puti
Reno Nalo Nali anak dari Tuan Gadih Puti Reno Maharani dengan Rajo
Bagewang II (Tuan Titah ke V). Tuan Gadih ke III adalah Puti Reno
Jalito anak Tuan Gadih Puti Reno Nalo Nali dengan Tuan Titah VI.
Tuan Gadih ke IV adalah Puti Reno Pomaisuri anak dari Tuan Gadih
Puti Reno Jalito dengan Daulat Yang Dipertuan Batu Hitam Raja Alam
Pagaruyung. Tuan Gadih Pomaisuri adalah permaisuri dari Yam Tuan
Bakilap Alam (Daulat Yang Dipertuan Sulthan Alif I) yang menjadi
Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat sekaligus. Pada masanya tahun
1580 Istana Pagaruyung dipindahkan ke Melayu Ujung Kapalo Koto di
Balai Janggo Pagaruyung, sekaligus menandai era keIslaman dalam
kerajaan tersebut. Anaknya Puti Reno Rampiang memakai gelar Tuan
Gadih ke V. Puti Reno Baruaci anak dari Puti Reno Rampiang Tuan
Gadih ke V dengan Yamtuan Rajo Samik I (Raja Ibadat) di Sumpur
memakai gelar Tuan Gadih ke VI. Puti Reno Kuniang anak dari Puti
Reno Baruaci Tuan Gadih ke VI dengan Raja Alam Daulat Yang
Dipertuan Paduka Sri Sulthan Ahmadsyah Yam Tuan Rajo
Barandangan yang memerintah pada tahun ±1660, memakai gelar Tuan
Gadih ke VII sekaligus menjadi Raja Adat. Puti Reno Janggo anak dari
Puti Reno Kuniang dengan Yam Tuan Rajo Pingai memakai gelar Tuan
Gadih ke VIII sekaligus menjadi Raja Adat. Puti Reno Suto anak dari
Puti Reno Janggo dengan Daulat Yang Dipertuan Raja Bagagarsyah
Alam (Yam Tuan Jambang Raja Alam di Balai Janggo memakai gelar
Tuan Gadih ke IX sekaligus menjadi Raja Adat berkedudukan di Balai
Janggo Pagaruyung. Puti Reno Aluih memakai gelar Tuan Gadih ke X
2
adalah anak dari Puti Reno Janggo Tuan Gadih ke IX dengan Yam Tuan
Rajo Gamuyang (Tuan Titah ke XII). Puti Reno Janji memakai gelar
Tuan Gadih ke XI adalah anak dari Puti Reno Aluih Tuan Gadih ke X
dengan Yam Tuan Balambangan (Makhudum Sumanik). Puti Reno Sori
memakai gelar Tuan Gadih ke XII adalah anak dari Puti Reno Janji
Tuan Gadih ke XI dengan Daulat Yang Dipertuan Sulthan Alam
Muningsyah II (Raja Alam pada tahun 1780). Puti Reno Sumpu
memakai gelar Tuan Gadih XIII adalah anak dari Puti Reno Sori Tuan
Gadih ke XII dengan Daulat Yang Dipertuan Sulthan Abdul Jalil (Yam
Tuan Garang atau Yang Dipertuan Sembahyang,yang menjadi Raja
Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat setelah saudaranya Sultan Alam
Bagagarsyah dibuang Belanda ke Betawi). Puti Reno Sumpu ini
mewarisi Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat setelah mamaknya
Sulthan Alam Bagagarsyah (Yang Dipertuan Hitam, Raja Alam)
dibuang Belanda ke Betawi dan ayahnya Sulthan Abdul Jalil (Raja
Alam, Raja Ibadat, Raja Adat) mangkat. Puti Reno Saiyah memakai
gelar Tuan Gadih ke XIV (Tuan Gadih Mudo) adalah anak dari Puti
Reno Sumpu Tuan Gadih ke XIII dengan Sutan Mangun (Tuan Titah ke
XVI) anak dari Sulthan Alam Bagagarsyah di Sungai Tarab. Tuan
Gadih ke XV adalah anak-anak dari Puti Reno Saiyah Tuan Gadih ke
XIV dengan Sutan Badrunsyah (cucu dari Sulthan Alam Bagagarsyah di
Sumanik) yaitu: Puti Reno Aminah memakai gelar Tuan Gadih Hitam,
Puti Reno Halimah memakai gelar Tuan Gadih Uniang dan Puti Reno
Fatimah memakai gelar Tuan Gadih Etek. Dan sekarang yang memakai
gelar Tuan Gadih ke XVI adalah Puti Reno Dismah Tuan Gadih
Gadang (anak dari Tuan Gadih Hitam), Puti Reno Nurfatimah Tuan
Gadih Angah dan Puti Reno Fatimah Zahara Tuan Gadih Etek (anak
Tuan Gadih Ketek).
Gelaran Yang Dipertuan Gadis dilekatkan kepada perempuan
yang dianggap dapat menjadi pimpinan kaumnya di dalam keluarga raja
mendampingi Raja Pagaruyung. Raja Pagaruyung sendiri mempunyai
3
gelaran Yang Dipertuan Bujang. Dengan demikian dapat dipahamkan
bahwa laki-laki yang dinobatkan menjadi raja Pagarayung dipanggil
juga Yang Dipertuan Bujang, disamping gelaran-gelaran kebesarannya
lainnya seperti; Sultan Abdul Jalil, Yang Dipertuan Sembahyang, Yang
Dipertuan Hitam dan banyak gelaran kebesaran lainnya. sedang yang
perempuan (ibu, saudara perempuan) dipanggilkan Yang Dipertuan
Gadis. Perempuan yang boleh diberi gelar Yang Dipertuan Gadis
adalah perempuan terdekat dalam keturunan raja, terutama dalam kaitan
pertalian sistem kekerabatan matrilineal. Oleh karena itu, adagium adat
dalam tambo tersebut disebutkan; Adat rajo turun tamurun, adat puti
sunduik basunduik. Turun tamurun atau turun temurun, dimaksudkan
sebagaimana mengikuti garis keturunan patrilineal, sedangkan sunduik
basunduik dimaksudkan sebagaimana mengikuti garis keturunan
matrlineal. Dengan demikian, seorang laki-laki dalam keturunan
tersebut dapat menjadi raja, apabila ibunya adalah keturunan raja dan
akan semakin kuat lagi kalau ayahnya juga keturunan raja.
Para perempuan keturunan raja menurut garis matrilineal, di
dalam Tambo Pagaruyung umumnya memakai nama kecil tersendiri
yaitu, Puti Reno. Dari sekian Puti Reno itulah nanti dipilih untuk
dijadikan Yang Dipertuan Gadis. Pemberian gelar Puti Reno hanya
dikhususkan bagi perempuan keturunan raja Pagaruyung saja.
Disepakati oleh Basa Ampek Balai. Oleh karena itu, di dalam tambo
Pagaruyung tersebut banyak ditemui nama-nama perempuan dengan
pangkal nama Puti Reno. Begitu juga banyak perempuan yang digelari
Yang Dipertuan Gadis. Yang Dipertuan Gadis adalah nama gelar
kebesaran, sedangkan nama Puti Reno sebagai nama pertanda keturunan
raja dalam garis matrlinel.
Disamping gelar Tuan Gadih yang ada di Pagaruyung ada Tuan
Gadih Saruaso yang pertama dipakai oleh Puti Reno Sudi yang kawin
dengan Indomo Saruaso adalah anak dari Puti Reno Pomaisuri Tuan
Gadih ke IV. Gelar Tuan Gadih Saruaso ini diwarisi sampai Tuan Gadih
4
Saruaso ke VII yaitu yang terakhir yang kawin dengan Daulat Yang
Dipertuan Sulthan Alam Muningsyah III (Daulat Yang Dipertuan
Basusu Ampek).
Dalam catatan Raffles sewaktu berkunjung ke pedalaman
Minangkabau, dia menjumpai seorang raja perempuan Minangkabau
yang bernama Yang Dipertuan Gadis Saruaso. Yang dimaksudkan
Raffles tersebut adalah salah seorang dari keturunan raja Pagaruyung
yang menjadi istri dari Indomo Saruaso. Begitu juga dalam catatan
Belanda, ditemukan nama Yang Dipertuan Gadih Puti Reno Sumpu,
kemenakan dari Sultan Alam Bagagar Syah, anak dari Yang Dipertuan
Sembahyang. Hasil perkawinan Yang Dipertuan Sembahyang dengan
Tuan Gadis Puti Reno Sori. Yang Dipertuan Reno Sumpu disebut
demikian karena beliau lahir di Sumpur Kudus, dalam masa ayahnya
Yang Dipertuan Sembahyang yang menjadi Raja Adat dengan Tuan
Gadih Puti Reno Sori menetap di rantau itu di penghujung Perang
Paderi. Oleh karena Yang Dipertuan Sultan Alam Bagagar Syah
ditangkap Belanda pada tahun 1833, dan Yang Dipertuan Sembahyang
dihalang oleh Belanda untuk kembali ke Pagaruyung, maka Yang
Dipertuan Gadih Puti Reno Sumpu kembali ke Pagaruyung untuk
menggantikan mamaknya Sultan Alam Bagagar Sah sebagai Raja Alam,
sekaligus menggantikan ayahnya Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan
Sembahyang sebagai Raja Adat dan Raja Ibadat serta melanjutkan tugas
waris ibunya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori.
Dari jalinan peristiwa ini ternyata yang berhak menjadi raja di
Pagaruyung bukan anak-anak dari Sultan Alam Bagagar Syah.
Walaupun dia raja tetapi karena istrinya bukan seorang Puti Reno, maka
anak-anaknya tidak dapat menggantikan kedudukannya sebagai Raja
Pagaruyung. Yang berhak menggantikannya sebagai ahli waris menurut
acuan “Adat Rajo turun tamurun Adat puti Sundut basundut” justru
Yang Dipertuan Puti Reno Sumpu, karena dia merupakan perempuan
dalam garis matrlineal; ibunya adalah Yang Dipertuan Gadis Puti Reno
5
Sori, saudara dari Yang Dipertuan Sultan Alam Bagagar Syah dan
secara patrilineal dari ayahnya Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan
Sembahyang Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat
(Sumber : Tambo Pagaruyung dan Silsilah Ahli Waris Daulat Yang
Dipertuan Raja Pagaruyung.
Disarikan oleh : Puti Reno Raudha Thaib)

Tidak ada komentar: