Minggu, 03 Mei 2009

Pagaruyuang 1

ISTANO SI LINDUANG BULAN
Rumah Gadang Tuan Gadih Pagaruyung Istano Si Linduang Bulan
yang berdiri di Melayu Ujung Kapalo Koto atau di Balai Janggo Pagaruyung
kecamatan Tanjung Emas Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat
adalah rumah pusaka dari Keluarga Besar Ahli Waris Daulat Yang Dipertuan
Raja Pagaruyung. Diresmikan pada tanggal 21 dan 23 Desember 1989.
Merupakan pengganti Rumah Tuan Gadih Pagaruyung Istano Si Linduang
Bulan yang terbakar pada 3 Agustus 1961. Merupakan untaian dari sejarah
yang panjang yang tak terputuskan dari masa kerajaan Pagaruyung tempo dulu.
Nama Si Linduang Bulan adalah nama yang diberikan kepada Istana
Raja Pagaruyung setelah dipindahkan dari Ulak Tanjuang Bungo ke Balai
Janggo pada tahun 1550 oleh Daulat Yang Dipertuan Raja Gamuyang Sultan
Bakilap Alam (Sultan Alif Kalifatullah Johan Berdaulat Fil’Alam I) Raja
Alam sekaligus memegang jabatan Raja Adat dan Raja Ibadat Pagaruyung,
sebagai penanda awalnya perhitungan tahun menurut tarikh Islam, sekaligus
berlakunya secara resmi hukum syariat Islam di seluruh kerajaan Pagaruyung
menggantikan hukum-hukum yang bersumber dari agama Budha Tantrayana.
Kemudian Istano Si Linduang Bulan ini di renovasi/ dibangun lagi pada tahun
1750, karena Istano lama telah tua dan mulai runtuh. Pada tahun 1821 Istano Si
Linduang Bulan terbakar dalam kecamuk Perang Padri. Pada tahun 1869 Istano
Si Linduang Bulan dibangun lagi oleh Yang Dipertuan Gadih Puti Reno
Sumpu kemenakan kandung dari Sultan Tangkal Syariful Alam Bagagar Syah
Yang Dipertuan Hitam dan anak dari Yang Dipertuan Gadih Reno Sori dengan
Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang (pemegang jabatan Raja Adat,
Raja Ibadat dan Raja Alam) setelah Sultan Tangkal Syariful Alam Bagagar
Syah Yang Dipertuan Hitam dibuang Belanda Ke Betawi.
Pada tanggal 3 Agustus 1961 Istano Si Linduang Bulan terbakar lagi.
Istano Si Linduang Bulan yang ada sekarang didirikan kembali di tapak
Istano yang terbakar pada tahun 1961. Pembangunannya dimulai pada tahun
1987 dan diresmikan pada tahun 1989. Diprakarsai oleh Drs. Sutan Oesman
Yang Dipertuan Tuanku Tuo Ahli Waris Daulat Yang Dipertuan Raja
Pagaruyung, Tan Sri Raja Khalid bin H. Raja Harun, Raja Syahmenan bin
H.Raja Harun, Aminuzal Amin Datuk Raja Batuah, Basa Ampek Balai, ninik
mamak Nagari Pagaruyung, anak cucu keturunan dari Daulat Yang Dipertuan
Raja Pagaruyung dalam kaitannya sebagai “Sapiah Balahan, Kuduang
Karatan”. Kemudian didorong sepenuhnya oleh Ir. H. Azwar Anas Gubenur
Sumatera Barat.
Sedangkan pembangunan Istano Si Linduang Bulan dibiayai secara
bersama oleh keluarga ahli waris dan anak cucu keturunan serta zuriat dari
Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung beserta masyarakat adat.
Peresmiannya dilakukan dalam sebuah upacara adat kebesaran,
melibatkan para pemangku adat se alam Minangkabau: Basa Ampek Balai,
Tuan Gadang Batipuah, Tampuak Tangkai Alam di Pariangan, Gajah Gadang
Patah Gadiang di Limo Kaum, Simarajo Nan Sambilan, Langgam Nan Tujuah,
Lubuak Nan Tigo, Tanjuang Nan Ampek, Sapiah Balahan Kuduang Karatan,
2
Kapak Radai, Timbang Pacahan dan zuriat keturunan Daulat Yang Dipertuan
Raja Pagaruyung. Dihadiri para pejabat Tinggi Negara, Pemerintah Daerah
Sumatera Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kodya se Sumatera Barat.
Serta Undangan Khusus yang datang dari Kerabat Raja Negeri Sembilan, Sri
Sultan Hamengkubuono X, dari Brunei Darussalam, keluarga Paku Alam dan
Sisingamangaraja.
Di Pagaruyung terdapat dua buah istana. Pertama, Istano Si Linduang
Bulan, yang berdiri di Balai Janggo Pagaruyung, sebagai istana pengganti dari
istana raja yang terbakar, sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Kedua, Istano Basa, yang mulai dibangun pada tahun 1976 di Padang Siminyak
Pagaruyung (letaknya satu kilometer dari Istano Si Linduang Bulan) di atas
tanah milik keluarga ahli Waris Raja Pagaruyung yang dipijamkan kepada
pemerintah selama bangunan tersebut masih berdiri. Istano Basa didirikan atas
biaya sepenuhnya dari pemerintah daerah Sumatera Barat yang berfungsi
sebagai musium dan objek kunjungan wisata, sedangkan istano Si Linduang
Bulan dibiayai oleh ahli waris dan anak cucu keturunan dari Daulat yang
Dipertuan Raja Pagaruyung.
Pada 27 Februari 2007 Istano Basa terbakar disambar petir meluluh
lantakkan semua bangunan tersebut.
Bentuk, ukuran dan ukiran
Rumah Gadang Tuan Gadih Istano Si Linduang Bulan adalah rumah
gadang yang sangat khusus dengan style “Alang Babega”.Mempunyai tujuh
buah gonjong (tajuk) yang megah seakan mencucuk langit. Sedangkan rumah
gadang lain yang ada di Minangkabau memakai bermacam style: Gajah
Maharam, Rajo Babandiang, Sitinjau Lauik dan sebagainya. Style “Alang
Babega“ merupakan khas style rumah gadang raja.
Istano Si Linduang Bulan disebut juga rumah gadang sambilan ruang
dengan ukuran 28 x 8 meter dan di halamannya berdiri dua buah rangkiang; Si
Bayau-bayau dan Si Tinjau Lauik. Rumah Gadang ini mempunyai empat buah
bilik atau kamar tidur dan dua buah anjuang di samping kanan Anjuang Emas
dan di samping kiri Anjuang Perak. Di bagian belakangnya terdapat sebuah
dapur yang khas. Tiang penyangga rumah gadang ini berjumlah 52 buah terdiri
dari: 8 buah di barisan depan disebut Tiang tapi panagua alek. Barisan kedua
memanjang bangunan terdapat 12 buah tiang yang disebut Tiang tamban suko
mananti, barisan ketiga memanjang bangunan terdapat 12 buah tiang yang
disebut Tiang tangah manti salapan, salah satu dari 12 tiang ini disebut
Tonggak Tuo atau disebut juga Tiang panjang simajolelo yang terletak di
bagian kanan setelah pintu masuk. Barisan keempat berjumlah 12 tiang disebut
“Tiang dalam puti bakuruang” yang menjadi penopang bagian tengah rumah.
Selanjutnya 12 tiang lagi disebut tiang salek dindiangnyo samiek. Barisan tiang
ini membatasi dinding belakang dengan bagian muka bilik atau ruang tidur.
Delapan tiang lagi di bagian belakang disebut Tiang dapua suko dilabo. Kedua
anjuang di ujung kiri dan kanan rumah adalah tempat “Kedudukan Rajo” atau
tahta raja, yakni “Rajo Tuo” di Anjuang Emas dan “Tuan Gadih” di Anjuang
Perak
3
Ukiran yang membalut Istano Si Linduang Bulan berjumlah lebih dari
200 macam motif ukiran. Hampir seluruh motif ukiran Minangkabau terdapat
di Istano Si Linduang Bulan. Ukiran itu mendominasi bentuk luar fisik
bangunan yang kaya dengan simbol-simbol. Setiap ukiran dan penempatannya
mempunyai makna sendiri-sendiri, sebagai tanda bahwa Istano Si Linduang
Bulan adalah rumah gadang raja atau rumah pemimpin rakyat atau
sebagai”Pusat Adat”.
Beberapa motif ukirannya antara lain terdapat di bandua Ayam bagian
memanjang di bawah jendela, dihiasi tiga jenis ukiran: Aka Cino Bapilin,
Sikambang Manih dan Siriah Gadang. Pada bagian dinding yang lebih luas
dihiasi dengan ukiran: Pucuak Rabuang dan Aka Cino ditambah dengan hiasan
kaca Tabentang Kalangik. Pada jalusi di atas jendela dihiasi dengan ukiran
tembus dengan motif Si Kambang Manih. Pada bagian di bawah pinggir atap
yang disebut dampa-dampa dihiasi dengan tiga jenis ukiran: Pisang Sasikek,
Aka Cino dan Tantadu Bararak. Pada pintu masuk ditemukan berbagai ukiran:
Tupai Managun, Daun Bodi, Saik Wajik, Bungo Lado, Buah Palo Bapatah,
Itiak Pulang Patang.
Banyak lagi bagian-bagian pada dinding Istano Si Linduang Bulan yang
diukir dengan berbagai jenis ukiran. Umumnya ukiran-ukiran itu didominasi
oleh warna-warna: merah, kuning, hitam dan diselingi oleh warna coklat
(warna tanah) serta warna perak dan emas.
Di bagian dalam Istano Si Linduang Bulan semua bagian ditutupi
dengan kain tabir dan langik-langik dengan sulaman bertatah warna emas
dengan berbagai motif pula. Ini semua merupakan hasil kerajinan rakyat dari
nagari-nagari di sekitar Pagaruyung antara lain: Sungayang, Pandai Sikek.
Sekarang Istano Si Linduang Bulan tidak lagi menampilkan sosoknya
sebagai Istana Raja, karena sejak kemerdekaan Republik Indonesia, keluarga
ahli waris Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung sudah menyatukan diri
dengan negara kesatuan Republik Indonesia. Namun begitu Istano Si Linduang
Bulan tetap berfungsi sebagai Pusat Adat bagi masyarakat Minangkabau.
Fungsi ini sudah merupakan adat dan menjadi bagian dari budaya bangsa.

Tidak ada komentar: