Kamis, 07 Mei 2009

Pagaruyuang3

RAJO TIGO SELO
Rajo Tigo Selo merupakan sebuah institusi tertinggi dalam
kerajaan Pagaruyung yang dalam tambo adat disebut Limbago Rajo.
Tiga orang raja masing-masing terdiri dari Raja Alam, Raja Adat
dan Raja Ibadat yang berasal dari satu keturunan. Ketiga raja dalam
berbagai tulisan tentang kerajaan Melayu Minangkabau ditafsirkan
sebagai satu orang raja. Itulah sebabnya sejarah mencatat bahwa raja
Melayu sewaktu didatangi Mahisa Anabrang dari Singosari yang
memimpin ekspesidi Pamalayu bernama Tribuana Raja Mauli
Warmadewa. Arti kata tersebut adalah tiga raja penguasa bumi
yang berasal dari keluarga Mauli Warmadewa.
Antara anggota Raja Tigo Selo selalu berusaha menjaga
hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan cara saling
mengawini dengan tujuan untuk memurnikan darah kebangsawanan
di antara mereka, juga untuk menjaga struktur tiga serangkai
kekuasaan agar tidak mudah terpecah belah.
Raja Alam merupakan yang tertinggi dari kedua raja; Raja
Adat dan Raja Ibadat. Raja Alam memutuskan hal-hal mengenai
kepemerintahan secara keseluruhan. Raja Adat mempunyai tugas
untuk memutuskan hal-hal berkaitan dengan masalah peradatan, dan
Raja Ibadat untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut
keagamaan, Dalam kaba Cindua Mato kedudukan dan fungsi dari
raja-raja ini dijelaskan dalam suatu jalinan peristiwa. Menurut
A.A.Navis dalam Alam Terkembang jadi Guru (PT Pustaka
Grafitipers 1984, Jakarta) kaba Cindua Mato sebenarnya adalah
Tambo Pagaruyung yang diolah jadi kaba. Dalam konteks ini,
informasi dari kaba Cindua Mato tentang tugas raja-raja tersebut
merupakan sesuatu yang dapat juga dijadikan rujukan. Sedangkan
institusi untuk Raja Adat dan Raja Ibadat disebut sebagai Rajo Duo
Selo.
1. RAJA ALAM
Pucuk pemerintahan kerajaan Minangkabau yang berpusat di
Pagaruyung mempunyai struktur tersendiri. Kekuasaan
pemerintahan dipegang oleh tiga orang raja; Raja Alam, Raja Adat
dan Raja Ibadat. Masing-masing raja mempunyai tugas,
kewenangan dan mempunyai daerah kedudukan tersendiri. Raja
Alam membawahi Raja Adat dan Raja Ibadat. Raja Alam
berkedudukan di Pagaruyung. Semua penjelasan mengenai
kedudukan dan kekuasaan raja-raja tersebut pada dasarnya bertolak
dari uraian yang ada di dalam tambo dan pada kaba Cindua Mato,
karena kaba Cindua Mato dianggap sebagai tambo Pagaruyung yang
dikabakan.
Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat ketiganya disebut
Rajo Tigo Selo Sedangkan Raja Adat dan Raja Ibadat disebut Rajo
Duo Selo Ketiga-tiga raja berasal dari keturunan yang sama.
Masing-masing selalu berusaha untuk saling bersatu dalam jalinan
perkawinan. Mungkin hal ini diperlukan untuk menjaga keutuhan
kekuasaan Rajo Tigo Selo, dan untuk mempertahankan
kebangsawan keturunan mereka.
Raja Alam merupakan kepala pemerintahan, sedangkan Raja
Adat mengurus masalah-masalah peradatan dan Raja Ibadat
mengurus masalah-masalah keagamaan dan pendidikan.
Masing-masing raja mempunyai daerah kedudukan masingmasing.
Raja Alam berkedudukan di Pagaruyung, Raja Adat
berkedudukan di Buo dan Raja Ibadat berkedudukan di Sumpur
Kudus. Hal itu berarti bahwa Raja Adat maupun Raja Ibadat
tidaklah berasal dari Buo dan Sumpur Kudus, sebagaimana
pendapat sebagian orang yang kurang memahami konstelasi dan
hubungan antara raja-raja tersebut.
Selain mempunyai daerah kedudukan tersendiri, Raja Alam
menguasai daerah-daerah rantau. Pada setiap daerah Raja Alam
mengangkat wakil-wakilnya yang diberi kewenangan mewakili
kekuasaan raja disebut “urang gadang” atau “rajo kaciak”. Mereka
setiap tahun mengantarkan “ameh manah” kepada raja. Daerahdaerah
rantau tersebut terbagi dalam dua kawasan yang lebih luas;
rantau pantai timur dan rantau pantai barat.
Yang termasuk ke dalam rantau pantai timur adalah; Rantau
nan kurang aso duo puluah (di sepanjang Batang Kuantan) disebut
juga Rantau Tuan Gadih; Rantau duo baleh koto (sepanjang batang
Sangir) disebut juga Nagari Cati Nan Batigo; Rantau Juduhan
(kawasan Lubuk Gadang dan sekitarnya) disebut juga Rantau Yang
Dipertuan Rajo Bungsu; Rantau Bandaro nan 44 (sekitar Sei.Tapung
dan Kampar); Negeri Sembilan
Sedangkan rantau pantai barat mencangkup daerah-daerah;
Bayang nan 7, Tiku Pariaman, Singkil Tapak Tuan disebut juga
Rantau Rajo; Bandar X disebut juga Rantau Rajo Alam Surambi
Sungai Pagu.
2. RAJO ADAT
Raja Adat yang berkedudukan di Buo adalah salah seorang
dari Rajo Duo Selo di samping Raja Ibadat yang berkedudukan di
Sumpur Kudus. Juga menjadi salah seorang dari Rajo Tigo Selo
yang dikepalai oleh Raja Alam. Raja Adat berwenang memutuskan
perkara-perkara masalah peradatan, apabila pihak Basa Ampek
Balai tidak dapat memutuskannya. Apabila ada persoalan adat yang
tidak mungkin pula dapat diputuskan oleh Raja Adat, persoalan
tersebut dibawa kepada Raja Alam. Raja Alam lah memutuskan
segala sesuatu yang tidak dapat diputuskan oleh yang lain.
Seorang Portugis bernama Thomas Diaz pada tahun 1684
diizinkan Belanda untuk memasuki daerah pedalaman
Minangkabau. Menurut laporan Thomas Diaz, dia bertemu dengan
Raja Adat di Buo. Raja Adat tinggal pada sebuah rumah adat yang
berhalaman luas dan mempungai pintu gerbang. Di pintu gerbang
pertama dikawal sebanyak 100 orang hulubalang sedangkan di pintu
gerbang kedua dikawal oleh empat orang dan dipintu masuk dijaga
oleh seorang hulubalang. Dalam menyambut Thomas Diaz, Raja
Adat dikeliling oleh para tokoh-tokoh berpakaian haji. Kemudian
Raja Adat memberi Thomas Diaz gelar kehormatan Orang Kaya
Saudagar Raja Dalam Istana.
3. RAJO IBADAT
Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus adalah
salah seorang dari Rajo Duo Selo di samping Raja Adat yang
berkedudukan di Buo. Juga menjadi salah seorang dari Rajo Tigo
Selo yang dikepalai oleh Raja Alam Raja Ibadat berwenang
memutuskan perkara-perkara masalah keagamaan apabila pihak
Basa Ampek Balai tidak dapat memutuskannya. Apabila ada
masalah-masalah keagamaan yang tidak dapat diputuskan oleh Raja
Ibadat, persoalan tersebut dibawa kepada Raja Alam. Raja Alam lah
memutuskan segala sesuatu yang tidak dapat diputuskan oleh yang
lain.
4. BASA AMPEK BALAI
Dalam struktur pemerintahan kerajaan Pagaruyung, Rajo
Tigo Selo atau Raja Tiga Sila, dibantu oleh orang besar atau Basa
yang kumpulannya disebut Basa Ampek Balai, empat orang besar
yang mempunyai tugas, kewenangan-kewenangan dan tempat
kedudukan atau wilayah sendiri pada nagari-nagari yang berada di
sekeliling pusat kerajaan, Pagaruyung.
Pertama, Datuk Bandaro Putiah yang bertugas sebagai
Panitahan atau Tuan Titah mempunyai kedudukan di Sungai Tarab
– dengan gelar kebesarannya Pamuncak Koto Piliang. Panitahan
merupakan pimpinan, kepala atau yang dituakan dari anggota Basa
Ampek Balai dalam urusan pemerintahan. Kedua, Tuan Makhudum
yang berkedudukan di Sumanik dengan julukan Aluang bunian
Koto Piliang yang bertugas dalam urusan perekonomian dan
keuangan. Ketiga, Tuan Indomo berkedudukan di Saruaso dengan
julukan Payung Panji Koto Piliang dengan tugas pertahanan dan
perlindungan kerajaan. Keempat, Tuan Khadi berkedudukan di
Padang Ganting dengan julukan Suluah Bendang Koto Piliang
dengan tugas mengurusi masalah-masalah keagamaan dan
pendidikan.
Dalam struktur dan tatanan kerja para pembesar kerajaan
dalam kerajaan Pagaruyung tersebut, selain Basa Ampek Balai
sebagai pembantu raja, juga dilengkapi dengan seorang pembesar
lain yang bertugas sebagai panglima perang yang setara dengan
anggota Basa Ampek Balai lainnya, disebut Tuan Gadang
berkedudukan di Batipuh dengan julukan Harimau Campo Koto
Piliang. Tuan Gadang bukanlah anggota dari Basa Ampek Balai,
tetapi setara dengan masing-masing anggota Basa Ampek Balai.
Tetap takluk kepada raja.
Setiap Basa, mempunyai perangkat sendiri untuk mengurus
masalah-masalah daerah kedudukannya. Masing-masing
membawahi beberapa orang datuk di daerah tempat kedudukannya,
tergantung kawasannya masing-masing. Setiap Basa diberi
wewenang oleh raja untuk mengurus wilayah-wilayah tertentu,
untuk memungut pajak atau cukai yang disebut ameh manah.
Misalnya; Datuk Bandaro untuk daerah pesisir sampai ke Bengkulu.
Makhudum untuk daerah pesisir timur sampai ke Negeri Sembilan.
Indomo untuk daerah pesisir barat utara. Tuan Kadi untuk daerah
Minangkabau bagian selatan.
Cara kerja Basa Ampek Balai yang agak lengkap
diterangkan dalam kaba Cindua Mato, sebuah kaba yang dianggap
sebagai legenda, bahkan juga ada yang menganggapnya sebagai
bagian dari sejarah kerajaan Pagaruyung. Di dalam kaba Cindua
Mato, Basa Ampek Balai mempunyai peranan yang cukup penting
dalam menentukan sebuah keputusan yang akan diambil oleh raja
Minangkabau. Menurut kaba tersebut, Basa Ampek Balai dapat
diangkat dan diberhentikan oleh Bundo Kanduang atau raja
Minangkabau. Kekuasaan dan kebesaran mereka semua berkat
pemberian dan keizinan Bundo Kanduang.
Ketika terjadi tragedi pembunuhan raja-raja Pagaruyung dan
para pembesar kerajaan di Koto Tangah dalam masa Perang Paderi,
semua Basa Ampek Balai ikut terbunuh. Setelah Yang Dipertuan
Sultan Alam Bagagar Syah raja alam Minangkabau ditawan Belanda
dan dibuang ke Betawi pada 1833, Yang Dipertuan Gadis Puti Reno
Sumpu sebagai pengganti dan pelanjut Yang Dipertuan Sultan Alam
Bagagar Syah mendandani kembali perangkat kerajaan dengan
mengangkat kembali Basa Ampek Balai.
Menurut A.A.Navis dalam Alam Terkembang Jadi Guru,
struktur pemerintahan kerajaan Pagaruyung dengan Basa Ampek
Balai sebagai pembantu raja, merupakan tiruan dari struktur
pemerintahan kerajaan Majapahit.
Struktur ini juga dipakai sampai sekarang pada kerajaan
Negeri Sembilan yang dikenal dengan istilah Undang Yang Empat.
Hal itu mungkin disebabkan karena Negeri Sembilan dulunya
merupakan daerah rantau orang Minang, dan tatanan sosial mereka
mengikut apa yang ada di negeri asalnya, Minangkabau.
Sampai sekarang Basa Ampek Balai sudah merupakan
institusi adat yang tetap diakui keberadaannya, walaupun sistem
beraja-raja di Minangkabau sudah dihapuskan.
5. LANGGAM NAN TUJUAH
Di dalam sistem pemerintahan kerajaan Pagaruyung, selain
adanya institusi raja, yang dikenal dengan sebutan Rajo Tigo Selo
dan pembantu-pembantu raja yang dikenal dengan Basa Ampek
Balai, di bawah Basa Ampek Balai ada enam orang gadang yang
masing-masing juga mempunyai daerah dan kedudukan tersendiri
dengan tugas dan kewenangan tersendiri pula. Keenam orang besar
ini bersama pimpinannya Panitahan Sungai Tarab disebut Gadang
Nan Batujuah atau lazim juga disebut Langgam Nan Tujuah yang
terdiri dari;
a. Pamuncak Koto Piliang, kedudukan dan daerahnya di Sungai
Tarab Salapan Batu, sebagai pimpinan Langgam Nan Tujuah.
b. Gajah Tongga Koto Piliang, kedudukan dan daerahnya di
Silungkang dan Padang Sibusuak, sebagai kurir dan menjaga
perbentengan bagian selatan Minangkabau.
c. Camin Taruih Koto Piliang, kedudukan dan daerahnya
Singkarak dan Saningbaka yang bertugas sebagai badan
penyelidik.
d. Cumati Koto Piliang, kedudukan dan daerahnya Sulit Air yang
bertugas sebagai pelaksana hukum
e. Perdamaian Koto Piliang, kedudukan daerahnya Simawang
dan Bukit Kanduang yang diberi tugas untuk menjadi pendamai
dari nagari-nagari yang bersengketa.
f. Harimau Campo Koto Piliang, kedudukan dan daerahnya
Batipuh Sapuluah Koto, sebagai panglima perang.
g. Pasak kungkuang Koto Piliang, kedudukan dan daerahnya
Sungai Jambu dan Labuatan dengan tugas utamanya mengawasi
keamanan dalam nagari.

Tidak ada komentar: